Konsorsium WMI dan Fak. Saintek Gelar FGD “Tafsir Rahmatan Lil’alamin Sebagai Basis Visi UIN”

“Upaya sosialisasi pengembangan keilmuan berparadigma Wahyu Memandu Ilmu ini penting dilakukan ke seluruh fakultas, terlebih di Fakultas Sains dan Teknologi yang kehadirannya sebagai hasil transformasi dari IAIN menjadi UIN”, demikian disampaikan oleh Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Prof. Dr. Hasniah Aliah, M. Si. pada pembukaan Focus Grup Discussion (FGD) Keilmuan terkait Integrasi dan Interkoneksi Keilmuan pada UIN Sunan Gunung Djati Bandung di Aula Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung (23/07/2024).
Ketua Konsorsium WMI, Prof. Supiana, mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Saintek dan seluruh pihak yang hadir. “Kegiatan ini merupakan bagian dari program WMI untuk berbagi urgensi tentang visi UIN Bandung yang bergerak dari Wahyu Memandu Ilmu menuju Rahmatan lil’alamin”
FGD dengan mengambil tema “Tafsir Rahmatan Lil’alamin sebagai Basis Visi UIN Bandung” ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. KH. Nurwadjah Ahmad, EQ., MA dan dipandu oleh moderator Dr. Aep Saepuloh, M. Si. Dalam paparannya Guru Besar Tafsir ini menyampaikan perbedaan sifat sains dan agama. Menurutnya sains mempunyai sifat sensual Materialis, Empiris, Rasional dan Kuantitatif yang disingkat MERK. Sedangkan agama mempunyai sifat diimani, dihayati dan mengikat lahir bathin. Selain itu sifat agama adalah pengalaman jiwa/rohani, diolah dengan akal dan hati serta kualitatif.
Selanjutnya Prof Nurwadjah menyampaikan bahwa dari kedua sifat tersebut di atas maka akan lahir empat golongan sarjana dalam perspektif sains, yaitu pertama adalah pakar yang mengetahui batas-batas MERK dan tidak keluar dari keahliannya tetapi sadar terdapat wilayah lain. Kedua adalah golongan kurang kritis yaitu terpesona oleh keberhasilan MERK, membadingkan agama dengan sains dan monistik materialism dengan agama. Ketiga adalah golongan yang memisahkan sains dari agama. Dan keempat adalah golongan yang beragamanya fanatic yang kurang memperhatikan sains, da dapat menjadikan lawan dari sains.
Implikasi dari hal tersebut di atas, mantan Ketua Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Pascasarjana UIN Bandung ini menjelaskan bawa metodologi keilmuan sains rahmatan lil’alamin, bahwa segala sesuatu yang ada di hadapan mata, pikiran, dan hati ilmuwan adalah wujud dari kuasa dan kehendakn Allah Ta’ala yang mengadung Rahmat-Nya, sehingga komponen metode, sumber, instrument dan tujuan harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rahmat Allah. Pada komponen sumber, hasil penelitian sains adalah tidak dijadikan sebagai sumber pokok dalam penafsiran al-Quran karena sifat reatifitasnya.
Sedangkan implikasi pada institusi keilmuan, menurut Prof. Nurwadjah adalah pada komponen tujuan institusi sains rahmatan lil’alamin bertujuan dapat mengungkap bagian-bagian Rahmat Allah agar dapat mewujudkan kemaslahatan kehidupan Bersama. Pada komponen pemefang peran dalam konteks pencapaian tujuan institusi, harus memenuhi kualifikasi jasmani dan rohani yanag baik agar menjalankan fungsi dan perannya secara efektif.
Alumni Program Doktoral Islamic Sudies UIN Jakarta ini menegaskan bahwa pada komponen norma, aturan-aturan yang disusun harus dapat dipahami dan dihayati secara mudah agar melahirkan kinerja yang baik. Pada komponen lingkungan institusi sains rahmatan lil’alamin harus diwujudkan bangunan institusi yang berkesesuain dengan tujuan institusi tersebut.
Di akhir paparannya Prof. Nurwadjah mengungkapkan bahwa untuk terjadinya integrasi dan interkoneksi antara sains dan al-Quran sebagai pemandu, makan dibutuhkan komitmen, istiqoamah dan tawakkal dari para pemegang peran (fst_uinsgd).